Isu
disintegrasi kembali mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ancaman yang dimaksud adalah pemisahan diri rakyat papua khususnya Papua Barat melalui referendum. Adalah Pemimpin
Organisasi Papua Merdeka (OPM) Benny Wenda, yang mengklaim telah menyerahkan
petisi berisi 1,8 juta tanda tangan kepada ketua Badan HAM PBB, Michelle
Bachelet, dikutip oleh viva.co.id yang dilansir dari Channel News Asia, Senin 28
Januari 2019.
Dalam
pernyataannya, Benny mengatakan satu-satunya cara untuk didengar adalah melalui
petisi. Menurutnya, tidak adanya kebebasan berbicara dan berkumpul yang
diperoleh oleh orang Papua Barat. Ia juga mengungkapkan situasi di wilayah
Nduga yang sempat menjadi sorotan media nasional beberapa bulan lalu ke
Bachelet. Benny mengaku, setidaknya 11 orang terbunuh sementara sebagian lainnya
tewas saat berusaha melarikan diri dari pasukan militer Indonesia. Bahkan,
sekitar 22 ribu orang lainnya terlantar, klaim pemimpin gerakan separatis di
Provinsi Papua Barat itu.
Meski
berhasil mengumpulkan jutaan tanda tangan dengan berat disebut mencapai 40
kilogram, upaya tersebut tak lantas dipercaya begitu saja oleh juru bicara
Komando Daerah Militer Papua, Muhammad Aidi. Ia mengatakan tuduhan Benny Wenda
tidak memiliki dasar.
"Dia
tidak dapat menunjukkan bukti dari apa yang telah dia tuduh. Ini adalah gerakan
Papua Merdeka yang membunuh warga sipil tak berdosa," ungkap Aidi seperti
dimuat di laman viva.co.id.
Masalah HAM-kah? tanda tanya.
Disintegrasi
adalah ancaman bagi sebuah negara kesatuan. Indonesia, dengan ragam budaya dan
terdiri dari berbagai suku bangsa yang juga merupakan negara kesatuan, tentu
harus menjaga keutuhan negaranya. Ancaman perpecahan (disintegrasi) dari wilayah-wilayah
yang mengklaim tidak mendapatkan perhatian dalam menyatakan pendapat,
berekpresi semakin hari semakin nampak. Mungkinkah Ibu Pertiwi kembali akan
kehilangan anaknya?
Tidak
dapat dipungkiri, kekayaan alam pulau Papua begitu melimpah. Namun, sebagian
hasil pengelolaan kekayaan alam tersebut rupanya tidak dinikmati oleh
orang-orang Papua. Tambang Emas terbesar di dunia (PT. Freeport) meski 51% sahamnya telah dikuasai oleh Indonesia, tak
tampak kegembiraan yang begitu nyata di mata masyarakat Papua. Tentu saja,
karena sebagian besar karyawan di perusahaan tersebut bukan warga pribumi. Kesejahteraan masih samar-samar terlihat.
Masyarakat
papua seperti yang disampaikan Benny Wenda, justru tidak mendapatkan hak dasar,
yaitu kebebasan berbicara dan berkumpul. Padahal, isu tersebut tidak pantas ada
di negara Demokrasi seperti Indonesia. Mungkinkah
isu lama ini akan diungkit kembali?
0 komentar:
Post a Comment