“ Tanpa disadari,
kita seringkali bersikap kurang ajar kepada Tuhan...”
Hal
yang sering kita lakukan adalah membiarkan segala sesuatu terjadi bagaimanapun
dampaknya nanti. Kita terlalu percaya bahwa Tuhan akan mengatur apa yang kita
inginkan dengan sendirinya. Tuhan kita anggap sebagai pelayan yang akan
mengerjakan seluruh kehendak kita. Parahnya, tidak jarang kita memaki dan marah
saat hajat kita tidak dikabulkan-Nya. Sadar diri kah kita?
Percaya
pada kehendak Tuhan yang terbaik atas usaha yang telah kita lakukan adalah salah
satu dari pengertian tawakkal. Tawakkal berasal dari bahasa Arab “tawakkul” yang berarti menyerahkan atau
mewakilkan. Sederhananya, dalam berusaha dan berjuang, sikap tawakkal adalah
tumpuan terakhir, bukanlah dikatakan tawakkal jika sedari awal sudah berserah
diri dan bergantung sepenuhnya terhadap ketentuan Tuhan tanpa merasa perlu
untuk berbuat.
Semasa kecil, saya sering mendengar perdebatan di kalangan pemuda desa kami. Topik yang sering hangat diperbincangkan adalah mengenai takdir dan rezeki, tentu saja versi mereka masing –masing. Versi akal-akalan. Maksudnya, bila tidak masuk di akal, teori dapat dengan mudah dibantah. Soal takdir misalnya, ada yang bulat meyakini bahwa takdir itu murni pekerjaan Tuhan. Kita tak boleh ikut campur. Jika kita ditakdirkan sedari awal di alam roh bahwa kita akan menjadi penghuni neraka, maka tak perlu lagi kita sibuk menjalankan ibadah sesuai syariat, toh kita tetap akan menikmati kesengsaraan di akhirat kelak.
Ada
lagi, yang satu ini terkait rezeki. Sekeras apapun usaha yang kita lakukan,
banting tulang setiap hari, kalau rezeki sudah diatur oleh Tuhan, tetap tak
akan membuat kita jadi orang kaya. Alhasil, dengan teori aneh ini mereka yakin
bahwa apa yang dialami manusia adalah konspirasi Tuhan dan para malaikat. Tuhan
dianggap pilih kasih soal konsep ini (rezeki). Dengan begitu, banyak yang
bersikap pasrah karena sudah tidak punya harapan untuk hidup lebih baik lagi.
Tanpa
disadari, kita seringkali bersikap kurang ajar kepada Tuhan Sang Pencipta. Apakah
mungkin segala urusan kita dilepaskan begitu saja dengan dalih Tuhan itu serba
bisa, termasuk bisa diatur? Segampang itu kah?
Diceritakan
dalam sejarah, suatu ketika seorang sahabat di masa Rasulullah Muhammad SAW
terlambat mengikuti salah berjamaah. Karena terburu-buru, ia langsung turun
dari untanya dan segera ikut shalat berjamaah. Nabi yang mengetahui kejadian
tersebut kemudian bertanya :
“ Mengapa tidak engkau ikat untamu terlebih dahulu?”
“ Saya menyerahkan segala urusannya kepada Allah (bertawakkal)”, jawab sahabat
tersebut.
“
Ikat dulu untamu baru kemudian engkau bertawakkal kepada Allah”. Balas Nabi.
Dari
kisah tersebut, tampak bahwa harus ada ikhtiar dahulu yang dilakukan baru
kemudian memasrahkan diri pada takdir dan kehendak Ilahi. Bukan malah seolah
menjadikan Tuhan seperti pelayan. Seorang khatib dalam suatu kesempatan saat khutbah
Jumat mengatakan, jika perilaku kita seperti kisah sahabat di atas tadi, sederhananya,
seperti kita menyuruh-nyuruh Tuhan. Masa
Tuhan disuruh jaga unta? Astagfirullah!
***
Sumber
rujukan arti tawakkal : www.sumberpengertian.co
0 komentar:
Post a Comment