Karena Berpolitik Ada Waktu dan Tempatnya | Kopilogi
Responsive Banner design
Home » » Karena Berpolitik Ada Waktu dan Tempatnya

Karena Berpolitik Ada Waktu dan Tempatnya



Tahun 2018 adalah tahun politik. Hampir semua orang ikut membahas soal politik. Di warung-warung kopi, kantor-kantor, pertokoan, pasar-pasar sampai di tempat ibadah, obrolan selalu saja dibumbui isu-isu politik. Namun, ada yang menarik ketika perbincangan mengenai politik juga hadir di institusi dan lembaga pendidikan, salah satunya adalah kampus. Tabukah berbicara politik di tempat tersebut? 

Dunia akademik memang dipenuhi oleh kegiatan-kegiatan pendidikan, penelitian, pengkajian serta kaya akan bahan-bahan diskusi, termasuk dunia politik. Sederhananya, berbicara politik dan mempelajari politik di lingkungan kampus sah-sah saja. Akan tetapi, ketika dikaitkan pada persoalan politik praktis, tentu akan lain ceritanya. Lingkungan pendidikan mulai dari sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi mestinya steril dari kegiatan politik praktis (kampanya transaksional). Hal tersebut dipertegas dalam pasal 69 Ayat (1), huruf h Peraturan KPU (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum. Disebutkan dalam beleid tersebut bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu tidak dibolehkan menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan untuk kegiatan kampanye. 

Bukankah kampus adalah tempat pendidikan? Termasuk penggunaan fasilitas yang dimaksud adalah memanfaatkan jabatan, status, ataupun fungsi sebagai pengajar untuk melakukan kegiatan kampanye. Padahal, tempat tersebut (kampus) harus bersih dari kegiatan-kegiatan yang bernuansa politis. Apapun alasannya, sangat tidak etis memanfaatkan fasilitas pendidikan untuk mengincar sebuah jabatan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah mahasiswa memang tidak boleh berpolitik dan lebih baik menyibukkan diri dalam pendidikan dan penelitian? 

Menurut hemat penulis, Sebenarnya, saat masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), maka keputusan politik mahasiswa pun dengan sendirinya terakomodir di bilik suara ketika tiba saat pemilihan langsung dilakukan. Namun, kampus bukan lembaga penyelenggara Pemilu, dan tentu saja mahasiswa bukan objek politik. Suara mahasiswa bukan barang yang bisa seenaknya diperjualbelikan. Akan lebih bijak jikalau peserta pemilu mengadakan dialog terbuka di luar kampus agar gagasan mengenai program pembangunan dalam rangka mensejahterakan rakyat didengar dan didukung oleh mahasiswa. Tentu sebagai agen perubahan dan dengan fungsi kontrol sosialnya, mahasiswa akan mendukung seratus persen. 

(Musdin Musakkir) 
sumber gambar : https://www.bengkuluinteraktif.com/independen-kampus-jangan-terseret-pusaran-politik-praktis

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Terpopuler

Kategori