Ketika menulis sudah berani kita
sebut sebagai hobi, harusnya tak ada lagi apologi untuk menganggur dan menjauh
dari pena dalam sehari. Menulis mestinya pernah sekali, dua kali disalurkan
dalam sehari. Entah itu saat jeda istirahat siang, sore hari, atau pasca makan
malam. Bagi penulis, akan ada saja sesuatu yang menarik untuk diulik setiap
hari. Sayangnya, saya yang berikrar untuk menjadi penulis, di pertengahan
September ini sebijipun tak tampak judul baru di blog pribadi saya.
Alangkah memilukan! Sebut saja
begitu karena pada kenyataannya beberapa bulan ke belakang, kolaborasi jemari
saya dengan pena begitu aktif menulis. Lagipula, merujuk kepada kebiasaan para
penulis yang betul-betul layak disebut penulis, fenomena apapun yang ada di sekitarnya sangat mudah dijadikan
bahan tulisan, kajian atau renungan. Saya pun
merasa bersalah dan sedikit memaki diri sendiri karena terlalu banyak
menyia-nyiakan waktu. Wajar jika saya sebut keadaan ini sangat memilukan.
Ada beberapa penyebab yang
membuat target-target menulis saya meleset sehingga postingan blog terbengkalai,
diantaranya adalah ketergantungan pada perangkat mobile atau gadget. Sadar
atau tidak sadar, pengaruh telepon pintar
yang memuat banyak aplikasi sangat mudah mengalihkan kita dari buku. Koneksi
internet yang memungkinkan perangkat mengakses berita dan informasi dengan
praktis dan sajiannya variatif mengancam
bacaan konvensional. Dan itu telah sukses terjadi. Saya cenderung betah
berlama-lama menghadap layar handphone
daripada bercengkerama dengan buku.
Selanjutnya, ada situs berbagi
video: Youtube.com, yang mampu
menghipnotis dan menghilangkan nafsu membaca. Bahkan, kehadiran situs milik
perusahaan raksasa Google tersebut lebih menyita waktu karena kebanyakan durasi
video antara 3 menit hingga 15 menit. Itu adalah rata-rata durasi versi video
pendek. Belum lagi unggahan film, informasi, berita, dan hiburan lainnya yang
juga sudah bisa dinikmati di situs ini.
Apa yang terjadi kali ini
seharusnya menjadi pelajaran berharga. Saya pun mengiyakan bahwa konsistensi
mutlak dibutuhkan untuk bisa menjadi penulis profesional. Pada tahap ini, saya
belum beranjak dari status pembelajar. Penulis sendiri adalah mereka yang
senantiasa meluangkan waktunya untuk mengamati, mengkaji serta meramu solusi
dari masalah-masalah di sekitarnya. Mereka itulah yang layak disebut penulis.
Suatu hal yang menyedihkan yaitu saya tidak sedikitpun –akibat ulah saya
membuang-buang waktu- patut disejajarkan dengan para penulis itu. Kata yang
masih mungkin diterima adalah : Belum bisa!
Mati kutu di bulan September!
Demikianlah keadaan dan kenyataan yang saya hadapi sekarang. Sekedar menghibur
diri sendiri, sepakati saja bahwa: Ini belum terlambat! Atau kata: Jangan
diulangi lagi, menulis memang butuh perjuangan! Atau: Bangkit dan mulailah
kembali!
0 komentar:
Post a Comment