Memerdekakan Diri Sendiri | Kopilogi
Responsive Banner design
Home » » Memerdekakan Diri Sendiri

Memerdekakan Diri Sendiri


Merdeka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya “Bebas  dari perhambaan atau penjajahan.” Tidak terikat, tidak bergantung pada pihak tertentu. Merdeka pun memiliki segala bentuk definisinya sendiri pada masing-masing orang yang hidup di negeri ini. Merdeka menurut para pahlawan yang telah gugur mendahului kita, merdeka menurut mahasiswa dan aktivis zaman orde baru, merdeka menurut para petani, pedagang, pegawai negeri, anak-anak usia sekolah, merdeka menurut pers, atau merdeka menurut para penjual umbul-umbul 17 Agustusa-an yang kini menjamur di pinggir jalan. 

Merdeka dari perhambaan dan penjajahan telah dilalui dengan segenap jiwa dan raga, dengan mengorbankan darah dan nyawa para pejuang. Bagi kebanyakan orang, itulah merdeka dalam pengertian leksikal.

Merdeka dalam arti tidak terikat adalah bebas dari belenggu yang kadang memaksa kita melakukan segala cara untuk dapat hidup aman dan nyaman. Tidak ada lagi ketergantungan pada orang lain. Tidak ada lagi hutang sana-sini. Tidak ada lagi rentenir atau tengkulak yang mencekik leher seperti momen krisis moneter lalu. Tapi, sekali lagi merdeka menurut mereka tidak pernah sama. Mereka merasakan merdeka menurut dunianya sendiri. Menurut profesinya dan pekerjaan sendiri.

Merdeka menurut para mahasiswa di rezim orde baru adalah menyuarakan suara rakyat. Aspirasi tanpa kompromi. Tuntutan dipenuhi atau mati. Merdeka ketika itu sama artinya dengan  reformasi. Merdeka ala akademisi yang penuh idelisme menantang para penguasa lepaskan jabatan, buang jauh pelaku korupsi, lemparkan sistem kolusi, cabut akar-akar nepotisme. 
                
Petani menyebut kata merdeka sebagai kemakmuran dan kesejahteraan. Harga pangan dan hasil cocok tanam melimpah dan punya harga. Pedagang bisa mengira keuntungan dan laba yang tetap membuat dapur menyala. Bisa menyekolahkan anak-anak sampai sarjana, bahkan hingga berkeluarga. Tak ada lagi duka yang dibagi kepada tetangga, bertemu sapa pun dibalut senyum dan tawa. Itulah kemerdekaan menurut paham awam dan kesederhanaannya.
                
Guru yang jadi Pegawai Negeri, punya gaji tinggi dan memadai tanpa kehilangan harga diri “diinjak” murid nakal, bandel, kurang ajar, pengadu, labil, punya orang tua tapi tak banyak menasehati hingga anaknya berani memaki-maki dan tak tahu diri, guru sendiri dilaporkan ke polisi. Mengajar dengan gaya dan peran sendiri, dipadukan dengan kompetensi. Guru merdeka mencetak  abdi bangsa, calon-calon kepala Negara.
                
Anak-anak berangkat ke sekolah tanpa takut ketinggalan kereta, gembira karena uang jajan selalu dibagi rata. Tak perlu lagi terlambat karena membantu ibu atau bapaknya menyiapkan dagangan di pagi-pagi buta. Buku paket, perlengkapan sekolah tersedia, tak ada lagi buku fotocopy yang sulit dibaca karena cetakannya hitam putih tak berwarna. Ah, begitu banyak arti merdeka bagi anaka-anak sekolah.
                
Sedang menurut pers, merdeka krang lebih berarti: bebas menyuarakan pesan-pesan dan kegelisahan rakyat, bebas beropini, berargumentasi di ruang media tanpa intimidasi. Teknologi informasi yang semakin canggih dan konektivitas tiada batas. Tak ada lagi tekanan. Kritikan terhadap kebijakan yang tidak berpihak kepada khalayak luas mudah saja menjadi headline di halaman utama koran-koran dan media massa. Wartawan  berekspresi dalam bingkai demokrasi, bebas mengkritik asal tak melanggar kode etik.
                
Sementara bagi penjual umbul-umbul di momen 17 Agustus-an, merdeka memiliki arti segala-galanya. Merawat tradisi perayaan Agustusa-an dengan orang-orang yang peduli pada makna kemerdekaan bangsa, turut ikut serta memeriahkannya, mengingatkan kepada orang-orang bahwa kemeriahan perlu dibalut dengan nasionalisme, berapapun jualan yang laku, tetap akan disyukuri. Baginya perlu untuk tetap berdiri di kaki sendiri, tidak meminta-minta yang menurutnya malah merendahkan diri.

Mereka semua dan diri kita sendiri harus tahu bahwa untuk membangun negeri dengan semangat proklamasi, perlu upaya keras, bekerja halal dan niat yang bersih, dan yang terpenting, harus dimulai sejak dini, memerdekakan diri sendiri tidak harus menunggu nanti sampai orang-orang lebih dulu memulai. 


0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Terpopuler

Kategori