Sumber: www.google.com/wartakita.id |
“
Barangsiapa meringankan satu kesusahan orang mukmin dari kesusahan-kesusahannya
di dunia, maka Allah akan meringankan satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan
pada hari kiamat. Barangsiapa yang memberi kemudahan kepada orang yang dalam
kesulitan, Allah akan memberi kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat.
Barangsiapa menutup aib orang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia
dan di akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba itu suka
menolong saudaranya”. (
HR. Muslim Juz 4, hal.2074)
Minggu lalu, saya melihat
sekelompok orang, mencabut dan memanen bawang, mengikat daunnya dengan karet
gelang lalu mengumpulkannya ke dalam sebuah tenda yang sudah disiapkan. Sebuah
pemandangan yang biasa bagi masyarakat Enrekang, khususnya yang berada di
wilayah Kecamatan Anggeraja hingga ke ujung utara “Bumi Massenrempulu”, sebutan
lain Kabupaten Enrekang. Tiga hari kemudian, sekelompok warga dengan peralatan
seadanya, menambal jalan beton yang kian menganga di salah satu gang sempit di pinggiran
kota Enrekang. Dan kemarin, sepasang suami istri dengan senyum sumringah,
menyaksikan rumahnya dibopong warga, tiang-tiangnya diberi penyangga dari kayu.
Pasak-pasaknya dipasangkan dengan tiang agar tegak dan kokoh. Rumah baru untuk
keluarga baru, membuat terharu. Tak ada di antara mereka -para warga- yang
menerima upah, semua atas dasar sukarela. Saya meyakini ini sebagai
eksklusifitas tradisi, fenomena yang sering muncul namun tetap terasa alami,
sebab semua masih bisa anda lihat dan buktikan saat anda ke daerah saya, tana rigalla, tana ria’bussungi.
Begitulah, sajian budaya dan
tradisi yang dihidangkan bagi siapapun yang hendak bertamu ke Enrekang. Menunya
pun menarik, membuat orang-orang akan ketagihan dan ingin berkunjung kembali.
Filosofi yang tak terdefinisikan, karena lebih mudah dipahami dengan tindakan. Talk less do more, agaknya menarik untuk
masyarakat Enrekang, disematkan padanya sudah pantas.
Saat masih di bangku sekolah,
guru saya pernah bilang, Enrekang punya budaya tolong-menolong, bantu-membantu,
dan nasehat-menasehati. Disingkat Tobana. Unik dan inspiratif. Kaum muda,
generasi Enrekang, harus menanamkan kebiasaan itu katanya.
Koentjaraningrat, pakar
kebudayaan menyodorkan beberapa unsur-unsur kebudayaan. Ada dua unsur tersebut
yang sangat lekat di masyarakat enrekang yaitu, sistem kemasyarakatan atau
organisasi sosial, dan sistem religi. Organisasi sosial telah jauh sebelumnya
nampak dan agaknya akan selalu bertahan jika dipelihara dengan baik. Begitupun
dengan sistem religi, dimana orang Enrekang sangat baik hubungannya secara
vertikal, maupun horizontal. Sering berkumpul dan membahas sesuatu secara
bersama-sama sebagai manifestasi dari perintah agar selalu bermusyawarah dalam
memutuskan sesuatu ( Q.S. Asy-Syura: 38).
Tak ada niat untuk mengadu tradisi
dan budaya masyarakat Enrekang dengan suku lainnya di Indonesia. Namun,
kekerabatan dan persaudaraan yang terjalin erat antara sesama masyarakat tidak
serta merta didapatkan di tempat lain, apalagi di daerah perkotaan yang serba nafsi-nafsi (egois), lebih suka
melakukan segalanya sendiri, malah ada yang tidak kenal dengan tetangga
sendiri.
Hadist Nabi tentang meringankan
beban saudara-saudara –sesama warga dan masyarakat- di awal, seperti selalu
lekat dengan keseharian masyarakat Enrekang. Terkesan otomatis mengisi
nilai-nilai kehidupan. Sebuah tabungan perlindungan di akhirat kelak. Ya,
bukankah Allah akan membalas setiap kebaikan yang kita lakukan dan membebaskan
kita dari kesusahan di atara sekian banyak kesusahan di sana?
“Tangan di atas lebih baik daripada tangan
dibawah”. Senang melihat saudara senang, ikut berempati kala ada yang
menghadapi cobaan berat. Begitupun, saling menasehati jika ada kekeliruan dalam
tingkah laku, ucapan dan prasangka. Tokoh masyarakat sangat berperan dalam
mengatasi persoalan sosial, meminimalisir tindak kriminal, selalu mengutamakan
musyawarah dan mufakat, berpesan dan saling mengingatkan untuk bersabar.
Lebih lanjut, saling menjaga kehormatan saudara kita, juga
disebutkan dalam Al-Qur’an, memuliakannya, tidak menceritakan kejelekannya. Saling
melindungi secara psikologis. Dan lagi, masyarakat Enrekang pun memiliki hal
ini.
Selain itu, aspek religius
masyarakat Enrekang menjadi tameng terhadap budaya luar yang sudah menggerogoti
tradisi masyarakat seperti pola hidup hedonis,
serba hiburan agar jangan sampai berbaur dalam kehidupan.
Mari
kembali mengutip sebuah ayat Al-Qur’an dalam surah Al-Maidah ayat 2 : “ ...Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan..”.
Perintah
ini, yang insha Allah kita yakini bersama sebagai makhluk beriman, adalah
anjuran bahwa budaya dan tradisi tolong menolong itu haruslah yang mengandung
unsur kebaikan, bermanfaat, dan menginspirasi. Bukan dalam rangka melakukan
sesuatu yang menjauhkan kita dari aspek religius, memutus tali silaturahim
kita.
0 komentar:
Post a Comment