Bawang Disayang, Petani Malang. | Kopilogi
Responsive Banner design
Home » » Bawang Disayang, Petani Malang.

Bawang Disayang, Petani Malang.

Ilustrasi panen bawang merah. Sumber: www.google.com


Sebagian besar masyarakat Enrekang bekerja sebagai petani. Tanaman yang merupakan komoditi andalan mereka adalah adalah bawang merah. Tanaman ini bisa tumbuh dengan subur dan dibudidayakan sepanjang tahun. Masa panen pun juga relatif singkat, sekitar 2 bulan atau kurang lebih 60 hari.

Dalam skala nasional, Kabupaten Enrekang sangat diperhitungkan sebagai salah satu sentra produksi bawang merah. Hasil produksinya bisa mencapai puluhan ribu ton setiap tahunnya. Dengan hasil panen sebesar itu, para petani bawang di Enrekang bisa dibilang cukup sejahtera. Setidaknya bagi mereka yang punya modal cukup mengingat untuk budidaya bawang sendiri, harus merogoh kocek lebih dalam lagi. Meski keuntungannya pun sangat menjanjikan.

Namun demikian, terkadang hasil panen bawang yang melimpah tidak berdampak baik pada kestabilan  harga di pasar. Nilai jualnya cenderung fluktuatif dan bergantung pada musim. Ditambah lagi dengan masa panen yang juga biasanya serentak dengan daerah lain membuat banyak petani mengalami dilema.

Apa yang dirasakan dan dikhawatirkan oleh para petani bawang tersebut sangatlah wajar. Dalam prinsip ekonomi klasik, jumlah produksi akan mempengaruhi tingkat kebutuhan bahan pokok atau permintaan pasar. Singkatnya, harga bawang merah akan turun drastis karena kewalahan mengimbangi laju produksi. Akibatnya, petani harus berhadapan dan menatap kuitansi penjualan dengan wajah lesu.

Untuk musim panen tahun ini saja, nilai jual bawang merah masih stagnan, malah pada akhir bulan April 2017 lalu, harga bawang kembali terjun bebas. Bahkan beberapa daerah mencatat rekor harga terendah tahun ini yang berada pada level Rp 10.000/Kg ke bawah. Hal ini dipicu oleh meningkatnya produksi bawang merah di daerah lainnya di Indonesia.

Untuk menyiasati persoalan ini, pemerintah Kabupaten Enrekang melalui Dinas Pertanian rencananya akan berkoordinasi dengan pihak Bulog agar turun tangan mengendalikan harga. Demikian seperti penulis kutip di laman tribunenrekang.com

Kembali pada persoalan yang dihadapi para petani bawang. Memang tidak sedikit yang telah menikmati hasil jerih payah bertani bawang. Keuntungan yang diperoleh digunakan untuk membangun rumah dan membeli alat alat kebutuhan rumah tangga, termasuk bahan pokok. Selebihnya, dipakai sebagai modal untuk menghadapi musim tanam selanjutnya. Karena bawang juga, banyak Orang Kaya Baru (OKB) di Enrekang yang awalnya adalah petani dari kalangan masyarakat bawah.

Ironisnya, ketika harga bawang tidak bersahabat, banyak pula masyarakat yang terlilit hutang karena tak sanggup mengembalikan pinjaman yang dipakai sebagai modal. Dalam kasus ini, antara sesama petani sendiri akan berlaku kesenjangan. Petani kaya dan berduit lebih akan tetap sejahtera, minimal bertahan, sementara para petani lainnya merugi dan putus asa memikirkan cara menyambung hidup.

Demikianlah, bawang merah ibarat lilin yang menerangi gelap nasib para petani tetapi mampu membakar seisi rumah (kehidupan/kemakmuran) dalam waktu sekejap saja. Sungguh menyedihkan, terkadang. Bawang disayang, petani malang.

(Musdin)








0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Terpopuler

Kategori