Gambar Ilustrasi : Budaya sopan santun sumber: www.google.com |
Banyak hal telah berubah. Kemajuan teknologi informasi dan efek globalisasi telah menyentuh sendi-sendi kearifan lokal masyarakat. Budi pekerti tidak lagi mengisi barisan depan tata kehidupan masyarakat. Efeknya, kaum muda bahkan tidak lagi mengenal tata krama serta sopan santun.
Tabe’, sebuah tradisi sekaligus simbol penghormatan dan penghargaan terhadap orang tua pun tidak luput dari pengaruh arus kekinian tersebut. Tentu saja, kekinian yang dimaksud disini condong kepada persoalan yang berefek negatif.
Anak anak dan remaja memiliki waktu yang sedikit untuk berinteraksi dengan orang tua. Di ruang tamu, lebih sering terdengar suara radio atau televisi. Pembawa acara atau pemain sinetron lebih lihai mengalihkan perhatian penghuni rumah. Tidak ada lagi interaksi antara satu sama lain dalam keluarga. Gadget lebih besar daya tariknya ketimbang buku buku pelajaran. Seisi rumah sibuk ngobrol di media sosial daripada bertegur sapa dengan anggota keluarga.
Tabe' kini telah berkamuflase pada acara acara seremonial dan adat. Ia cenderung risih untuk dipertontonkan. Tabe' menjelma menjadi dongkrak untuk sekedar menyenangkan hati bapak dan puang. Begitulah perannya di zaman sekarang. Langka, sungguh langka.
Seperti yang diketahui, norma norma yang berlaku di masyarakat bukanlah suatu hal yang tertulis. Namun kenyataannya, efeknya lebih menjangkau sudut perilaku masyarakat yang membuatnya.
Dalam kebudayaan masyarakat Enrekang, pun telah mengakar adat serta kebiasaan sipakatau. Manifestasinya dalam kehidupan keseharian kita adalah tabe' sebagai reflekasi norma kesopanan.
Tabe' adalah norma sekaligus ia adalah kekayaan budaya yang bukan hanya mendukung kebudayaan untuk tetap ada melainkan juga menjaganya larut dalam keseharian masyarakat. Enrekang, sebagai rumahnya masyarakat berbudaya, menjaga keluhuran budi pekertinya lewat tabe'.
Kekhawatiran pun mengerucut, menanyakan kenapa tabe' seolah hilang dari kerumunan perilaku dan pekerti masyarakat Enrekang? Anak anak dan sebayanya seolah tak pernah tahu soal penghormatan itu.
Apa yang salah dengan mereka atau bahkan kita? Kemana globalisasi membawa tabe' itu hingga hilang tersapu arus kekinian. Apakah sudah tak ada nilai nilai yang perlu dijaga?
Sebagaian orang tua menganggap lumrah hal ini. Tapi bukankah sikap acuh yang membuat tabe' lari dari bumi ini? Merasa tak dipedulikan lagi?
Perlu rasanya membekali mereka dengan pemahaman tentang kebudayaan.
Kebudayaan akan terus berkembang. Tapi lupakah kita bahwa kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa kita sendiri.
Maka, perlu bagi kita kembali memberikan porsi bagi kebudayaan agar tidak menjadi asing di mata anak-anak kita.
Pertama, mulailah di lingkungan keluarga sebagai sebuah prioritas. Berikan contoh yang baik bagaimana bersikap terhadap orang yang lebih tua, membangun komunikasi dengan anggota keluarga, dan kita ( pembaca-red), lebih mengetahui apa-apa saja yang menjadi perhatian utama untuk diajarkan di rumah.
Kedua, biarkan pendidikan mengambil posisi penting untuk menjawab masalah ini. Ranahnya cukup jelas sebagai pilar dalam mencerdaskan masyarakat. Pendidikan sebagai fondasi memuliakan dan memanusiakan manusia itu sendiri. Berikan guru kesempatan untuk mendidik bukan hanya sekedar mengajar. Biarkan siswa berproses untuk peka dengan lingkungannya. Terampil bertutur kata, lemah lembut dalam berbicara. Menghormati guru sebagai orang tua mereka di sekolah.
Ketiga, buatlah tabe' kembali membumi di bumi Massenrempulu. Bukankah aneh, ketika nilai dan norma yang sudah kita bangun bersama diruntuhkan dengan mudah oleh anak cucu kita. Sekali lagi, budaya adalah apa yang telah kita bangun begitu lama. Budaya bukan hanya untuk kita pertontonkan di acara-acara tertentu saja. Agar tetap ada dalam diri masyarakat kita, biarkan ia membaur di kehidupan kita.
Membangun kebudayaan yang kaya dan meresap dalam diri masyakat juga bukan kebetulan saja. Waktunya sungguh tidaklah singkat. Menghargai waktu pun sama pentingnya dengan menghargai budaya yang telah kita wariskan ke generasi kita. Mari, sekali lagi, buat tabe' kembali membumi.