Petasan, ledakan, ketakutan. | Kopilogi
Responsive Banner design
Home » » Petasan, ledakan, ketakutan.

Petasan, ledakan, ketakutan.



Ilustrasi Anak-anak bermain petasan. Sumber: www.google.com

Tidak terasa beberapa hari telah kita lalui di Bulan Ramadhan tahun ini. Berlomba-lomba dalam kebaikan, beribadah dan bersedekah yang lebih banyak dari hari-hari biasa di luar Bulan Ramadhan. Sejatinya, Bulan Ramadhan selalu menjadi  hal yang membahagiakan, menggembirakan, dan menyenangkan. Tahun ini, masihkah kita sebagai umat Islam melaksanakannya dengan nyaman dan penuh kedamaian?
Mungkin penulis dan sekaligus pembaca dapat menikmati ketenangan beribadah seperti ini di tahun-tahun yang telah lalu. Tapi hanya sebagian kecil yang masih bisa merasakannya di tahun ini. Seolah menjadi barang langka untuk bisa dimiliki. Petasan, ledakan, dan ketakutan telah mewarnai ibadah khusus kita di Bulan yang lebih baik dari seribu bulan ini.
Ya, bunyi petasan dimana-mana dan tak mengenal tempat ini begitu tidak asing di telinga kita. Kebanyakan mereka bahkan adalah anak-anak kecil yang hanya tahu bahwa barang seperti itu tidak lebih dari sekedar hiburan dan sama asyiknya dengan permainan tradisional lainnya. Mereka menjelma menjadi penebar teror yang siap memberikan rasa takut kepada siapa saja. Mereka hanya tahu bahwa ketika ledakan sudah terdengar, tidak ada kebahagiaan selain menikmati bunyi yang menggetarkan telinga mereka. Semakin keras suara ledakan petasan, semakin riang mereka tertawa.
Beda  dengan wanita yang sudah  tua renta, ibu-ibu  muda yang tengah menggendong bayinya, penderita lemah jantung, semakin keras ledakan petasan, semakin keras pula mereka menggerutu. Entah kemana mereka harus mencari ketenangan, toh, dimanapun kita berada, selalu saja ada bunyi petasan.
Petasan walaupun memiliki ledakan efek low explosive nyatanya tidak bisa menghindarkan ia sebagai benda yang dapat menimbulkan kecemasan dan kegelisahan orang-orang yang beribadah dan mereka yang tengah bersantai dari  rutinitas dan pekerjaan. Petasan kini mudah terdengar bahkan di sekitar masjid saat ceramah tarawih berlangsung.
Mereka mungkin saja tidak tahu bahwa apa yang dilakukannya  tidak dibenarkan. Mereka menjelma menjadi pemberontak-pemberontak kecil yang cerdik dalam mengatur strategi. Bersembunyi dibalik asap ledakan dan hilang dari pengawasan orang tua. Membeli dengan harga murah kepada para pemasok petasan yang tidak bertanggungjawab.
Tidak ada lagi kenyamanan, ketenangan yang diimpikan ini oleh kita yang memimpikan kekhusyukan beribadah. Rasa kesal dan umpatan kecil sedikit menodai niat suci kita saat berpuasa. Lebih menyedihkan, ketakutan dan ketidaknyamanan ini diciptakan oleh anak-anak kita sendiri, dengan uang yang diberikan oleh tangan kita sendiri. Dengan kasih sayang yang kebablasan.
Dampaknya, anak-anak kita tidak lagi menjadi sosok yang menggemaskan. Mereka menjadi teroris-teroris kecil yang bisa memberikan rasa takut, panik, cemas, kesal, marah, jengkel, gusar.
Kita seolah merindukan Ramadhan beberapa tahun silam. Mendengar bedug anak-anak muda dan bocah yang membangunkan kita untuk makan sahur, atau bunyi kentongan yang lebih terdengar merdu walau hanya terbuat dari bambu. (MM).




Powered by Blogger.

Terpopuler

Kategori